Perubahan Kelembagaan di Desa Wisata Pujon Kidul dengan Memanfaatkan Modal Sosial
Nama : Ahmad Naufal Ariansyah
NIM : 175020100111038
Mata Kuliah : Ekonomi Kelembagaan/ AD
Perubahan Kelembagaan di Desa Wisata Pujon Kidul
dengan Memanfaatkan Modal Sosial
Desa Pujon Kidul berada di Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Desa yang awalnya terpelosok dan tidak
dikenal oleh masyarakat, saat ini menjadi salah satu destinasi wisata yang
memiliki omzet yang meyakinkan.
Penciptaan desa wisata ini berawal dari ide Udi Hartoko yang merupakan kepala
desa dari tahun 2011 – sekarang. Udi Hartoko menggunakan sapta pesona wisata
dalam menumbuhkan kesadaran wisata pada masyarakat. Beliau menghabiskan waktu
kurang lebih 6 tahun dalam menumbuhkan kesadaran wisata pada masyarakat yang
ada dengan memanfaatkan modal sosial.
Modal
sosial yang ada dalam masyarakatnya yaitu berupa adanya sikap trust, tindakan yang proaktif, resiprocity, dan partisipasi. Trust, merupakan sikap saling
mempercayai antar masyarakat; Tindakan yang Proaktif, masyarakat memiliki
keinginan terlibat dalam kegiatan; Resiprocity
bahwa ada tukar kebaikan anatar kelompok/ individu yang digambarkan dengan
kebaikan yang dibagikan kepada masyarakat desa; Partisipasi, bahwa masyarakat
pujon kidul memiliki kemampuan melibatkan diri dalam suatu jaringan (networking) hubungan sosial.
Modal
sosial yang tersedia dan kuat dalam masyarakat memudahkan proses dalam
melakukan perubahan kelembagaan. Didukung oleh adanya gotong royong dan
solidaritas serta komunikasi dan informasi membuat proses perubahan kelembagaan
semakin mudah. Gotong royong yang telah menjadi kebudayaan msyarakat Indonesia
dari dulu dan masih diyakini oleh masyarakatnya membuat solidaritas yang ada
makin tinggi. Komunikasi dan informasi baik secara vertical dari pemerintah dan horizontal
antar warga membuat biaya transaksional dalam merawat hubungan lebih murah.
Pada
awal mewujudkan penciptaan desa wisata, beliau membutuhkan sekitar 6 tahun
dalam meyakinkan masyarakat guna sadar terhadap wisata dengan dibarengi konsep
sapta wisata yang diusungnya. Untuk memulai, maka perubahan lembaga yang kuat
dilakukan terlebih dahulu dengan memperbaiki kinerja pemerintah desa. Kepala
desa dan perangkat desa secara otomatis adalah anggota dari kelompok sadar
wisata. Karenanya, perangkat desa harus menerapkan sedikitnya empat dari tujuh
prinsip sapta pesona. Empat prinsip tersebut adalah bersih, aman, sejuk dan
tertib.
Bersih
(clean) tidak hanya bermakna
kebersihan alam dan lingkungan. Bersih juga harus menjadi karakter kinerja
pemerintah desa (clean govenment).
Pemerintah desa harus amanah dan menghindari korupsi, kolusi dan
nepotisme. Aman dan sejuk berarti stabilitas politik desa harus dijaga oleh
kepala desa beserta seluruh perangkat desa. Pemerintah desa juga harus tertib
dalam pelaksanaan tugas kepemerintahan.
Selain
berpedoman pada prinsip sapta pesona, penguatan karakter pemerintah desa juga harus
memperhatikan prinsip 3 S (solid, speed,
smart). Solid berarti
menyatunya hati, pikiran dan tindakan. Solidaritas antar sesama perangkat desa
akan menciptakan suasana persahabatan dalam dunia kerja. Kesamaan visi
antar perangkat desa akan mengikat mereka dan kemudian akan memunculkan rasa
saling percaya. Kepala desa sebagai pemimpin tertinggi di desa harus memiliki
kemampuan untuk mengikat banyak orang dengan satu persinggungan tujuan dan
kepentingan.
Speed, merupakan
karakter mental untuk senantiasa bertindak sebagai pelopor dalam merespon
setiap peristiwa. Pemerintah desa harus mampu untuk bertindak cepat dan tepat
dalam melayani masyarakat desa. Smart, merupakan
sikap untuk selalu berpikir dan bertindak cerdas dalam menjalankan tugas.
Inovasi dan kreativitas menjadi kunci dalam menjalankan pekerjaan sebagai
perangkat desa.
Udi
Hartoko sebagai kepala desa diawal memberanikan diri untuk mengajukan pendirian
BUM Desa (Badan Usaha Milik Desa) dalam upayanya mengeksplorasi potensi desa
yang ada. Dengan melakukan musyawarah melalui hak asal usul yang dimiliki lalu
terbentuklah BUM Desa. BUM Desa yang didirikan bernama BUM
Desa Sumber Sejahtera yang menjadi sarana bagi desa dalam melakukan investasi
yang menguntungkan bagi upaya pembangunan. Anggaran desa yang diperoleh dari
pemerintah pusat (Dana Desa) secara sah dapat digunakan untuk modal usaha
produktif melalui BUM Desa ini.
Selain adanya perubahan
kelembagaan dari transfer pemerintah pusat berupa Dana Desa, Udi Hartoko juga
menyarankan dan mengajak masyarakat untuk memperkuat Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis). Lembaga ini berfungsi
sebagai penyambung komunikasi antara desa, masyarakat, dan pemerintah supra desa.
Pokdarwis secara otomatis akan mendapat pembinaan dan bimbingan dari dinas
pariwisata kabupaten. Pokdarwis juga menjadi organ yang mendidik
masyarakat desa untuk menciptakan iklim wisata yang kondusif.
Dalam
melanjutkan perjalanan menuju penciptaan desa wisata, maka Udi Hartoko sebagai
kepala desa memanfaatkan jaringan (networking),
yaitu lima jaringan actor (pentahelix).
Hal tersebut dilakukannya ketika pemerintah desa sudah kuat, Pokdarwis sudah
menjalankan peranannya dan BUM Desa telah menjadi motor penggerak ekonomi.
Lima jaringan actor ekonomi tersebut tediri dari:
a)
Aktor pertama, yang harus dimanfaatkan
keberadaannya adalah pihak pemerintah. Pemerintah Desa harus berkomunikasi dan
bersinergi dengan organisasi perangkat daerah yang ada di kabupaten. Maka
pemerintah daerah tidak boleh mementingkan ego pribadi terhadap perangkat
daerah yang ada di kabupaten, karena tujuan awalnya dalah membangun desa dan
mensejahterakan masyarakat desa
b)
Aktor kedua, adalah pihak swasta. Udi
berhasil memanfaatkan dana Corporate
Social Responsibility (CSR) untuk mendukung visi pembangunan desa
wisata. Dana CSR juga turut memiliki peran dalam membangunan beberapa bangunan
infrastruktur, seperti gapura, lampu penerangan. Dukungan permodalan berhasil
didapatkan dari CSR baik perusahaan swasta maupun BUMN.
c)
Aktor ketiga, adalah media massa. Media massa
baik elektronik maupun cetak bisa dimanfaatkan dalam rangka promosi wisata.
Saat ini dengan tidak dipungkiri bahwa perkembangan media cetak dan elektronik
sangat cepat dengan beraneka ragam jenis aplikasi media social yang cepat
tersalur pada masyarakat luas sehingga mempercepat pengenalan desa wisata.
d)
Aktor Keempat, adalah akademisi. Warga
desa khususnya yang telah mengenyam pendidikan tinggi di berbagai jurusan dapat
dimintai peran dengan memberikan sumbangan pemikiran dalam pembangunan desa.
Selain itu, program penelitian dan pengabdian masyarakat dari berbagai
perguruan tinggi yang masuk ke desa dapat disaring, dimaksimalkan, dan
diarahkan pada upaya pembangunan desa wisata.
e)
Aktror Kelima, masyarakat desa tak kalah
penting dibandingkan dengan aktor lainnya. Tanpa adanya dukungan masyarakat
desa sebagai tuan rumah segala perencanaan dari visi misi serta konsep – konsep
yang menjadi tujuan tidak dapat tercapai. Dukungan masyarakat menjadi modal sosial utama
bagi penciptaan kenyamanan sebuah desa wisata.
Desa Wisata Pujon Kidul menjadi salah satu dari
pemanfaatan modal sosial yang tersedia dengan dibarengi potensi desa untuk
menciptakan perubahan kelembagaan dengan menciptakan kesejahteraan dan
perwujudan desa yang berdaya. Baik peran masyarakat dan juga lembaga atau
instansi pemerintah penting dalam penciptaan desa wisata tersebut. Integrasi
dari adanya perubahan yang dilakukan penting sehingga dapat menciptakan
keinginan bersama. Oleh karena itu, harus didasari oleh adanya inisiatif dari
pihak bawah dalam hal ini desa melalui kepala desanya untuk menciptakan tujuan
bersama kepada perangkat daerah yang ada di Kabupaten sehingga tujuan awal dari
dibentuknya desa wisata tercapai secara maksimal.
Comments
Post a Comment