TEORI PERUBAHAN KELEMBAGAAN
Perubahan
kelembagaan dalam masyarakat diartikan sebagai terjadinya perubahan dalam
prinsip regulasi dan organisasi, perilaku dan pola-pola interaksi. Perubahan
kelembagaan menimbulkan adanya perbedaan dan integrasi, yang mana pada posisi
ini kedua hal tersebut berperan sebagai proses pelengkap atau komplementer.
Kelembagaan tidak statis, tetapi dinamis sesuai dengan interaksi ekonomi yang
mempertemukan antar kepentingan. Sifat dinamis dari kelembagaan disebabkan oleh
berubahnya nilai-nilai dan kultur masyarakat seiring dengan perubahan masa sehingga
kelembagaan pasti akan berubah sesuai dengan keadaan zaman.
A. Perubahan
Kelembagaan dan Transformasi Permanen
Perubahan kelembagaan
memiliki dua dimensi, yaitu pertama, perubahan konfigurasi antarpelaku ekonomi
akan memicu terjadinya perubahan kelembagaan (institutional change) dan kedua, perubahan
kelembagaan sengaja didesain untuk memengaruhi (mengatur) kegiatan ekonomi.
Perubahan kelembagaan sama pentingnya dengan desain kelembagaan itu sendiri. Maka diperlukan seperangkat teori sebagai
pemandu proses perubahan kelembagaan.
Tujuan dari perubahan
kelembagaan adalah untuk menginternalisasi potensi produktivitas yang lebih
besar dari perbaikan pemanfaatan sumber daya, yang mana kegiatan ini akhirnya
dapat menciptakan keseimbangan baru. Perubahan kelembagaan ini terjadi secara
terus-menerus, dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas interaksi ekonomi
antarpelakunya.
Perubahan
kelembagaan dianggap sebagai proses transformasi permanen, maka dimaknai bahwa perubahan
kelembagaan dapat menjadi faktor pengaruh utama terhadap perubahan struktur
dalam sistem sosial tertentu, bagaimanapun tingkat kecepatan atau sumber
perubahan itu sendiri. Perubahan-perubahan yang berlangsung dengan adanya
rintangan-rintangan informal (norma-norma, konvensi, atau kejujuran personal)
dapat memberikan implikasi yang sama seperti perubahan dalam peraturan formal
(misalnya, hukum) di masyarakat.
Terdapat lima proporsi yang
dapat mendefinisikan karakteristik dasar dari terjadinya perubahan kelembagaan:
1.
Interaksi kelembagaan dan ekonomi terjadi
terus menerus
2.
Kompetisi: Organisasi menginvestasikan
keterampilan dan pengetahuan untuk bertahan hidup
3.
Kerangka kelembagaan mendikte jenis
keterampilan dan pengetahuan
4.
Persepsi berasal dari bangunan mental para
pelaku
5.
Cakupan ekonomi, komplementaris, dan
eksternalitas jaringan, memiliki jalur ketergantungan
Kelima proposisi di atas
lahir atas keyakinan umum bahwa perubahan kelembagaan sesungguhnya terjadi karena
munculnya masalah kelangkaan dan melihat hubungan simbiotik yang terajdi antar
kelembagaan & dan perubahannya sebagai proses umpan balik.
B. Perubahan
Kelembagaan dan Kelompok Kepentingan
Perubahan harga relatif
atau perubahan selera mendorong erosi perubahan norma yang berbeda. Pendekatan
pertama, menurut Birner yang seringkali disebut dengan “teori naif”. “Teori
Naif” karena hanya melihat perubahan kelembagaan dalam aspek biaya dan manfaat.
Akan tetapi, perubahan kelembagaan dapat terjadi karena sebab-sebab
berikut, antara lain:
1.
Munculnya masalah kelangkaan dan perilaku
individu yang sulit ditebak,
2.
Tidak saja keterbatasan sumberdaya, tetapi
juga keterbatasan aturan main (rule of the game), yang mengakibatkan pelaku
ekonomi tidak memiliki akses melakukan transaksi secara sepadan, dan
3.
Munculnya akibat dari adanya kekuatan
anterpelaku ekonomi bersifat asimetris. Perubahan tuntutan pemilih (demands of
constituents) atau perubahan kekuasaan pemasok kelembagaan (supplier of
institutions), yaitu aktor pemerintah. Perubahan kelembagaan dari sisi bawah (demand)
merupakan hasil dari pertarungan antar pelakunya, sedangkan perubahan
kelembagaan dari sisi atas (supply) merupakan hasil regulasi dari pihak-pihak
yang memiliki otoritas (misalnya pemerintah).
Selain itu, Menurut
Davis/North dan Bromley, terdapat empat hal yang meliputi individu atau
kelompok yang berusaha mengubah kesepakatan kelembagaan atau lingkungan
kelembagaan, bisa dipertimbangkan sebagai sumber perubahan, yaitu:
1.
Perubahan harga relatif dalam jangka
panjang bisa mendorong ke peningkatan aktivitas ekonomi tertentu atau membuat
aktivitas ekonomi baru.
2.
Kesempatan teknologi baru bisa menciptakan
pendapatan yang potensial, yang hanya dapat ditangkap jika kelembagaan ekonomi
yang sedang berjalan dapat diubah.
3.
Kesempatan dalam mencari rente (rent-seeking)
dapat memicu kelompok kepentingan melakukan perubahan kelembagaan guna
menyesuaikan sewa dan redistribusi pendapatan sesuai keinginannya.
4.
Perubahan dalam sikap kolektif bisa juga
menyebabkan perubahan kelembagaan.
C. Alat
Ukur dan Variabel Perubahan Kelembagaan
Dalam konteks perubahan
kelembagaan diperlukan alat ukur dan variabel-variabel pengukuran sehingga memudahkan
setiap pengambil kebijakan merumuskan jenis kelembagaan yang dibutuhkan. Negara
- negara yang sedang melakukan proses transisi atau reformasi ekonomi, variabel
makro dan variabel mikro digunakan untuk mengukur keberhasilan kinerja
perekonomian.
Pada level makro
dicirikan dalam suatu negara tersebut dengan angka inflasi yang fluktuatif. Pemerintah
menjadi agen ekonomi yang terpenting sehingga sering mengalami defisit anggaran
yang besar, nilai tukar mata uang domestik yang tidak stabil, dan perdagangan
lebih ditujukan pada pasar domestik.
Pada level mikro
kebijakan harga cenderung dipatok oleh pemerintah, perusahaan dimiliki oleh
negara, iklim pasar sangat monopolistis akibat intervensi negara, dan tiadanya
jaminan terhadap hak kepemilikan individu. Proses perubahan ekonomi sarat
dengan rintangan politik, terutama dalam masa reformasi yang dijelaskan antara
lain:
1.
Kebijakan reformasi ekonomi yang mengenai
barang public, yaitu kebijakan reformasi ekonomi yang menyentuh public
goods selalu menimbulkan masalah free-rider,
2.
Pandangan model distributif kebijakan
reformasi, kebijakan reformasi akan didukung oleh kelompok pemenang sekaligus
akan dilawan oleh kelompok oposisi, dan
3.
Masalah klasik dari reformasi ekonomi, biaya
reformasi terkonsentrasi pada satu kelompok tertentu.
D. Organisasi,
Pembelajaran, dan Perubahan Kelembagaan
Setiap penawaran atas
inovasi (perubahan) kelembagaan membutuhkan sumber daya politik yang besar yang
dilakukan wirausahawan politik maupun inovator. Model perubahan kelembagaan
dapat dideskripsikan sebagai proses interaksi antara dua entitas, yaitu:
1.
Wirausahawan ekonomi (economic
entrepreneurs)
Merupakan agen yang
menjadi subjek dari perubahan kelembagaan. Economic entrepreneurs menanggapi
lingkungan mereka sebagai kesempatan memeroleh potensi keuntungan dan biaya
dari setiap tindakan yang mungkin dilakukan, termasuk biaya transaksi statis
dalam membuat dan mengimplementasikan alokasi keputusan dan sumber daya kredit.
2.
Wirausahawan politik (political
entrepreneurs)
Merupakan agen dengan
kekuasaan pengambil keputusan yang mengatasi perubahan kelembagaan. Kekuasaan
itu muncul dari partisipasi dalam tindakan pengelolaan yang menentukan dan
mengadministrasi kelembagaan.
Menurut Coase, pasar dan
organisasi merupakan dua tipe ideal koordinasi dalam proses transaksi
pertukaran. Pasar yang ideal dilihat dari hukum harga sebagai kecukupan
statistik bagi sumber pengambilan keputusan individu. Organisasi yang ideal
dicirikan sebagai keseluruhan bentuk koordinasi transaksi yang tidak
menggunakan instrumen harga untuk mengomunikasikan informasi di antara
pelaku-pelaku transaksi. Sebagai salah satu instrumen/model kelembagaan, pasar
akan menuntun proses perubahan kelembagaan berdasarkan kepentingan (ekonomi)
spontan dari masing-masing pelakunya. Sedangkan organisasi akan memandu proses
perubahan kelembagaan berbasiskan kesamaan tujuan dari individu-individu yang
tergabung di dalamnya dan adanya proses pembelajaran dan pencarian pengetahuan
didalamnya juga akan memicu perubahan interaksi.
DAFTAR PUSTAKA
Yustika,
Ahmad Erani. 2013. Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori, dan Kebijakan.
Jakarta: Erlangga.
Comments
Post a Comment