TEORI KONTRAK dan TINDAKAN KOLEKTIF


Permasalahan yang timbul dari adanya kegiatan ekonomi (transaksi) adalah ketiadaan kesetaraan antarpelaku ekonomi. Ketidaksetaraan dapat terwujud dalam posisi daya tawar (bargaining position) maupun informasi asimetrsi (information asymmetric).  Implikasi adanya hal tersebut adalah dimana salah satu pihak menanggung kerugian dari pihak yang lain. Oleh karena itu, akan dilakukan pembahasan dalam mengatasi hal tersebut yang menjadi dasar formulasi regulasi/ kebijakan.
·      Teori Kontrak dan Informasi Asimetris
Biaya transaksi adalah basis unit analisis kontrak atau transaksti tunggal antara dua pihak dalam hubungan ekonomi. Kontrak secara umum digambarkan sebagai kesepakatan satu pelaku untuk melakukan tindakan yang memiliki nilai ekonomi kepada puhak lain, tentunya dengan konsekuensi adanya tindakan balasan atau pembayaran. Konsep kontrak dalam NIE merupakan konsep mengenai hak kepemilikan yang dalam banyak hal lebih luas dibandingkan konsep hukum tentang kontrak. Dalam teori standar neoklasik, kontrak biasanya diasumsikan dalam kondisi lengkap yang dapat dibuat dan ditegakkan tanpa biaya (costlessly).
Dalam kenyataannya, kontrak selalu tidak lengkap karena dua alasan (Klein, 1980), yaitu:
1.    Adanya ketidakpastian menyebabkan terbukanya peluang yang cukup besar bagi munculnya contingencies, sehingga berimplikasi pada munculnya biaya untuk mengetahui dan mengidentifikasi dalam merespons seluruh kemungkinan ketidakpastian.
2.    Adanya kinerja kontrak khusus (particular contractual performance), misalnya menentukan jumlah energi yang dibutuhkan pekerja untuk melakukan pekerjaan yang rumit, membutuhkan biaya yang banyak untuk melakukan pengukuran.
Adanya ketidaklengkapan dari kontrak yang eksplisit pun membutuhkan biaya kehadiran “biaya sewa semu” yang digunakan perusahaan untuk melakukan investasi. Munculnya ketidakpastian dalam poin pertama menggambarkan adanya informasi asimetris. Keadaan ini merupakan kondisi dimana ketidaksetaraan informasi atau pengetahuan yang dialami oleh pelaku-pelaku untuk melakukan transaksi di pasar. Dengan begitu, dalam hal ini kontrak juga dapat dimaknai sebagai instrumen kompensasi yang di desain untuk mengeliminasi dampak dari informasi asimetris.

Kegiatan ekonomi modern, memandang kontrak dan membaginya menjadi tiga, antara lain:
a.    Teori kontrak agen (agency contrac theory), diandaikan setidaknya terdapat dua pelaku yang berhubungan yakni prinsipal dan agen. Dalam hal ini, terdapat informasi asimetris dimana prinsipal tidak mengamati secara langsung tindakan agen (hidden action) dan agen membuat beberapa pengamatan yang tidak dilakukan prinsipal (hidden information).
b.    Teori kesepakatan otomatis (self-enforcing agreements theory), diasumsikan kesepakatan bisa ditegakkan secara hukum, maka diandaikan tidak seluruh hubungan atau pertukaran bisa ditegakkan secara hukum. Hukum memiliki kelemahan-kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh pihak pelaku ekonomi. Oleh karena hukum itu sendiri tidak sempurna dan informasi yang relevan dapat saja tidak diverifikasi oleh pengadilan.
c.    Teori kontrak-relasional (relational-contract theory), dipahami sebagai kontrak yang tidak bisa menghitung seluruh ketidakpastian di masa depan, tetapi hanya kesepakatan di masa silam. Kontrak ini bersifat implisit, informal, dan tanpa ikatan. Maka, penegakan otomatis pada kontrak ini berperan penting. Seringkali ditemui pada struktur hubungan transaksi yang longgar. Pemecahan masalah pada jenis kontrak ini seringkali diselesaikan melalui kerjasama imbang dan pemaksaan atau koersi, bukan melalui pengadilan.
·      Mekanisme Penegakan dan Instrumen Ekstralegal
Penegakan dalam masyarakat dilakukan melalui dua cara, yaitu aturan formal dan informal. Aturan-aturan formal dibuat dan dipaksakan oleh organisasi resmi, seperti negara dan perusahaan untuk menyelesaikan masalah tindakan kolektif melalui pihak ketiga. Sementara itu, aturan informal atau yang biasa disebut sebagai norma muncul akibat adanya jaringan kerja dan dipaksakan melalui hubungan sosial. 
Ada empat faktor perbedaan jenis kontrak (Menard, 2000), yaitu:
a.    Jangka waktu dari kontrak, jangka waktu menggambarkan komitmen dari para mitra.
b.    Derajat kelengkapan, yang mencakup variabel-variabel harga, kualitas, aturan keterlambatan, dan penalti.
c.    Insentif, yang dibagi menjadi lima jenis mekanisme insentif antara lain:
§  Sistem tingkat tetap,
§  Upah berdasarkan jam kerja,
§  Distribusi bagian kepada pekerja,
§  Pengembalian aset yang dibayarkan kepada pemilik, dan
§  Sewa yang dibagi diantara mitra yang bergabung dalam proyek.
d.    Prosedur penegakan yang berlaku, kontrak berhubungan dengan mitra untuk tujuan yang saling menguntungkan, tetapi juga menyimpan risiko kerugian melalui sikap oportunis.
Poin terpenting dari tipologi pembagian dengan pelaku lainnya adalah bermufakat dalam persoalan penegakan. Kontrak berhubungan antara satu pelaku dan mitra lainnya karena adanya asas saling menguntungkan, tetapi pada saat yang sama kontrak juga beresiko melalui praktek oportunisme. Hasilnya terdapat godaan bagi satu atau lebih pelaku untuk bersikap menyimpang (Crawford, 1978).
Realitas yang terjadi yaitu dimana mekanisme penegakkan tersebut tidak selalu mudah dilakukan sehingga dibutuhkan suatu instrumen tambahan semacam jaminan ekstralegal. Jaminan tersebut dapat berupa penyanderaan (hostages), agunan (collateral), strategi balas dendam (tit-fot-tat strategies), reputasi (reputation), dan lain sebagainya. Dengan kata lain, beberapa jaminan privat menghadapi perilaku menyimpang diperlukan untuk membangun suatu hubungan yang taat asas. Perancang kelembagaan harus menyusun kesepakatan jaminan sebelum kontrak dilakukan untuk menghadapi perilaku oportunistik setelah kontrak disepakati sehingga memungkinkan munculnya biaya transaksi yang cukup besar.
Teori Tindakan Kolektif dan Free-Riders
Teori tindakan kolektif pertama kali diformulasikan oleh Mancur Olson (1971). Teori ini sangat berguna untuk mengatasi masalah penunggang bebas (free-rider) dan mendesain jalan keluar bersama dalam penyediaan barang-barang publik. Menurut Olson, terdapat tiga determinan penting bagi keberhasilan tindakan bersama yaitu ukuran, homogenitas, dan tujuan kelompok. Tindakan kolektif dapat terjadi dimana saja, seperti organisasi petani, kartel, partai politik, dan lain sebagainya. 
Secara hipotetik dapat dijelaskan bahwa sebagai berikut:
§  Semakin besar ukuran suatu kelompok kepentingan, makin sulit untuk menegosiasikan kepentingan diantara anggota kelompok dengan kata lain kelompok berukuran kecil dimungkinkan bekerja lebih mudah/efektif.
§  Semakin beragam kepentingan anggota kelompok maka kian rumit memformulasikan kesepakatan bersama karena masing-masing anggota membawa kepentingannya sendiri-sendiri.
§  Tujuan kelompok harus dibuat secara fokus dengan mempertimbangkan kepentingan semua anggota.
Terdapat beberapa situasi dalam ekonomi yang membutuhkan tindakan kolektif agar dapat menyelesaikan masalah, contohnya seperti sistem untuk mengelola sumber daya bersama (perikanan, pengairan dikelola melalui sistem irigasi, padang rumput), sistem mengontrol perilaku (norma yang mengatur tentang eksploitasi sumber daya), dan perubahan-perubahan sosial semacam revolusi atau evolusi dalam kebijakan publik. Tujuan adanya tindakan kolektif dalam beberapa situasi ekonomi bermaksud agar pemanfaatan sumber daya dilakukan secara efektif dan efisien.  Di sisi lain, tindakan kolektif dapat memunculkan pelaku-pelaku Free Riders, yakni mereka yang tidak memperoleh beban atau pun biaya dari tindakan kolektif tetapi masih menerima benefitnya.
Pilihan Rasional dan Tindakan Komunikatif
Tindakan kolektif ini berguna untuk mengupas masalah kepentingan kelompok dan mengatasi masalah penunggang bebas. Determinan penting atas keberhasilan tindakan kolektif ini ditentukan oleh ukuran, homogenitas, dan tujuan kelompok. Tindakan kolektif di dunia nyata seringkali terlihat pada perilaku memilih (voting behaviour), perilaku protes (protest behaviour), formasi negara (state formation), pertumbuhan organisasi (the growth of organizations), bahkan altruisme (altruism), yaitu sikap memperhatikan atau mengutamakan kesejahteraan orang lain daripada kesejahteraan diri sendiri . 
Terdapat dua pendekatan dalam teori pilihan rasional, yakni pendekatan kuat dan pendekatan lemah. Pendekatan kuat (strong approach) melihat rintangan sosial dan kelembagaan sebagai produk dari tindakan rasional dan tindakan rasional tersebut menjadi sebab munculnya analisis pilihan rasional.
Pendekatan lemah (weak approach) menempatkan halangan sosial dan kelembagaan sebagai suatu kerangka yang pasti ada karena aktor-aktor rasional berupaya memaksimalkan keuntungan atau meminimalkan biaya. Penyelesaian secara kolektif dari dua versi tersebut tergantung pada pendekatan mana yang lebih tepat dengan keadaan yang ada.
Secara garis besar, tindakan kolektif diasumsikan bersumber dari dua pendekatan. Pertama, keuntungan dari bekerja dalam suatu kelompok akan menggiring ke dalam situasi yang tidak terhindarkan untuk menciptakan kelompok-kelompok. Kedua, perilaku maksimalisasi individu dalam jangka pendek akan menuntun individu melakukan kerjasama atau tindakan kolektif.
            Ketika tindakan kolektif diorganisasi melalui insentif selektif, maka setiap aktor membuat pilihan level pertama (first level) dengan berkontribusi memproduksi barang publik dan pilihan level kedua (second level) dengan mempengaruhi aktor-aktor lain. Terdapat enam strategi yang dapat dipilih oleh masing-masing aktor dalam menyelenggarakan tindakan kolektif tersbut, antara lain:
1.    Kerjasama penuh (full cooperation)
Kontribusi terhadap produksi barang-barang publik dan memberikan sanksi terhadap pihak – pihak yang tidak berkontribusi.

2.    Kerjasama hipokritikal (hypocrital cooperation)
Ketika pelaku free-rider, yakni yang gagal berkontribusi terhadap barang publik, berupaya mendesak pihak lain untuk berkontribusi.
3.    Kerjasama privat (private cooperation)
Pelaku yang memilih kerjasama ini berkontribusi terhadap barang publik, tetapi tidak berusaha mencegah pihak lain yang menjadi free-rider.
4.    Kegagalan penuh (full defection)
Pelaku yang memilih kegagalan penuh, menolak kontribusi dan mengizinkan pihak yang lain bertindak seperti yang mereka lakukan.
5.    Oposisi lunak (compliant opposition)
Aktor yang memilih oposisi lunak, berkontribusi terhadap barang publik, namun dengan membela hak pihak lain untuk menolak berkontribusi.
6.    Oposisi penuh (full opposition)
Pelaku yang memilih oposisi penuh, menolak berkontribusi dan melawan norma yang memaksakan pelaksanaan/aturan (compliance).
Konfigurasi tindakan kolektif dapat juga dilihat dari sisi komunikasi yang merujuk pada teori tindakan komunikasi oleh Habermas. Masyarakat dibagi dalam dua spesifikasi area yaitu sistem dan dunia nyata. Sistem merupakan area produksi dan reproduksi material yang seluruh tindakan ditujukan untuk mencapai keberhasilan baik dalam tindakan strategis maupun instrumental.
Dunia nyata, merupakan perwujudan ruang simbolik atas latar belakang kemauan atau itikad yang dibagi secara kolektif dengan tradisi-tradisi budaya, integrasi sosial, dan struktur normatif yang direproduksi dan ditransformasikan lewat proses interpretif yang terus berjalan atas tindakan komunikatif. Tindakan komunikatif berfokus pada interaksi antara dua pihak atau lebih untuk mencapai kesepahaman mengenai situasi bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Yustika, Ahmad Erani. 2013. Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Jakarta: Erlangga.






Comments

Popular posts from this blog

PESAN DAN KESAN SELAMA MENGIKUTI PEMBELAJARAN EKONOMI KELEMBAGAAN

TEORI EKONOMI BIAYA TRANSAKSI

TEORI HAK KEPEMILIKAN