TEORI HAK KEPEMILIKAN


Persoalan hak kepimililakn (property right) hingga kini menjadi persoalan prioritas yang terabatas dari para ekonom dan pengambil kebijakan (policy maker). Ekonomi kapitalis menganggap bahwa hak kepemilikan yang harus dirawat adalah private property rights (hak kepemilikan individu), sedangkan ekonomi sosialis meyakini jika hak kepemilikan yang benar adalah menyangkut hak kepemilikan negara (state property right).
            Realitas yang ada mengenai persoalan hak kepemilikan di negara – negara berkembang yang secara ekstrem tidak mnganut sosialis dan kapitalis, menghendaki analisis yang lebih dari sekedar memilih diantara dua asumsi yang bersebrangan tersebut. Hak kepemilikan selalu bermakna spesifik dan dinamis sesuai dengan konteks lingkungan sektor ekonomi yang hendak diterapkan. Bahkan, di negara berkembang, hak kepemilikan juga berhubungan dengan pertanyaan yang lebih luas dari pertumbuhan ekonomi, demokrasi, politik dan kebebasan ekonomi individu, dan persoalan lingkungan.
Definisi dan Tipe Hak Kepemilikan
Dalam memahami konsep dasar dari hak kepemilikkan, langkah terbaik dengan mengasumsikan seluruh kegiatan ekonomi masuk dalam kerangka kelembagaan dasar dari negara liberal klasik (classical liberal state). Asumsi ini menyebutkan bahwa hak kepemilikkan ditetapkan menurut prinsip kepemilikkan pribadi (private ownership) dan sanksi atas hak kepemilikkan dapat dipindahkan melalui izin menurut prinsip kebebasan kontrak (freedom of contract).
Melalui konsep dasar tersebut, hak kepemilkan tasa suatu aset dapat dipahami sebagai hak untuk menggunakan, untuk mengubah bentuk dan isi hak kepemilikan, dan untuk memindahkan seluruh hak – hak atas asset, atau beberapa hak yang diinginkan. Hak kepemilikan tidak hanya merupakan bagian dari kerangka kerja kegiatan ekonomi, tetapi juga sebagai bagian dari sistem aturan-aturan yang merupakan hasil dari proses ekonomi, yaitu perilaku memaksimalkan keuntungan. Kepemilikan ini bisa berupa kepemilikan fisik (obyek konsumen, tanah, peralatan modal) dan kepemilikan yang tak terlihat non fisik yaitu ide, lisensi, dll.
Sejarah eksistensi hak kepemilikkan memiliki dua pendekatan, yaitu teori kepemilikkan individu dan teori kepemilikan sosial.
1. Teori kepemilikkan individu merupakan representasi dari doktrin hak-hak alamiah (natural right) yang merupakan basis dari ekonomi klasik, yang juga mengarah pada pandangan individualistik.
2. Teori sosial berargumentasi bahwa masyarakat menyediakan mekanisme perbaikan bagi keterbatasan-keterbatasan alamiah yang inheren dalam diri manusia.
Namun terjadi pendapat atau argument lain yaitu dari Caporaso dan Levine (1992:88-89) yang menjelaskan dua teori berbeda mengenai hak kepemilikan. Pertama, aliran positivistis (positivist school) berargumentasi bahwa hak-hak diciptakan melalui sistem politik. Dalam posisi ini, hak-hak secara historis maupun empiris selalu ditentukan. Kedua, aliran hak alamiah (natural right school) yang berargumentasi bahwa seseorang sejak lahir memiliki hak yang terkadang merujuk pada hak-hak yang tidak dapat disingkirkan.
Adapun ciri-ciri dan konsep hak kepemilikkan ini tidak merujuk kepada hubungan aantara manusia dan benda, tetapi lebih kepada hubungan perilaku sanksi di antara manusia yang muncul dari keberadaan barang dan penggunaannya. Menurut Tietenberg terdapat 4 karakteristik dari hak kepemilikkan, antara lain:
1. Universalitas         : Seluruh sumber daya dimiliki secara privat dan seluruh jatah dispesifikasi secara lengkap.
2. Eksklusivitas            : Hasil dari kepemilikan berupa seluruh keuntungan dan biaya. Pemanfaatan sumber daya harusnya jatuh ke tangan pemilik.
3. Transferabilitas        : Seluruh hak kepemilikan harusnya dapat dipindahkan dari satu pemilik ke pemilik lain melalui pertukaran sukarela.
4. Enforsibilitas       : Hak kepemilikan harusnya dijamin dari segala bentuk pemaksaan atau pelanggaran dari pihak lain.
Namun setelah dipilah, hak kepimilkan yang eksis dan penting di masyarakat terdapat tiga jenis, antara lain:
§  Hak Kepemilikan Individu (private property right)
Setiap individu berhak menguasai dan memiliki aset spesifik yang diinginkan.
§  Hak Kepemilikan Negara (state property right)
Aset spesifik hanya dibolehkan menjadi milik negara sehingga individu/swasta tidak diperkenankan untuk memilikinya.
§  Hak Kepemilikan Komunal (communal property right)
Kepemilikan yang dimiliki oleh kelompok yang telah terdefinisikan dengan baik dari orang-orang yang bergabung untuk menggenggam aset yang tidak bisa dipindahkan.
           Selanjutnya, ada empat tipe inti hak kepemilikan dalam literatur ekonomi kelembagaan baru (new institutional economics), antara lain:
§  Rezim Kepemilikan Individu/Pribadi
Kepemilikan dan aturan – aturan yang ditetapkan oleh individu sebagai pemiliknya.
§  Rezim Kepemilikan Bersama
Hak kepemilikan dan aturan – aturan yang ditetapkan oleh komunitas.
§  Rezim Kepemilikan Negara
Hak kepemilikan dan aturan – aturan yang ditetapkan oleh negara
§  Rezim Akses Terbuka (Tanpa Kepemilikan)
Hak kepemilikan dan aturan – aturan yang tidak ditetapkan (not assigned) oleh siapapun.
Hak Kepemilikan dan Rezim Sistem Ekonomi
            Jika berdiskusi mengenai rezim sistem ekonomi, terdapat tiga kelompok besar, antara lain:
§  Rezim Sistem Ekonomi Kapitalis
Hak kepemilikan privat yang dimediasi oleh mekanisme pasar akan menghasilkan pencapaian ekonomi yang efisien. Karena setiap pemilik hak kepemilikan dijamin kepastian untuk memeroleh insentif ekonomi atas setiap aktivitas yang dilakukan.
§  Rezim Sistem Ekonomi Sosialis
Mengandaikan hak kepemilikan ada di tangan negara. Hanya negara yang berhak memiliki dan mengelola seluruh sumber daya ekonomi yang tersedia. Kepemilikan di tangan negara dianggap mampu melakukan pemerataan ekonomi dengan lebih mudah diwujudkan dari pada jika hak kepemilikan dipegang oleh swasta.
§  Rezim Sistem Ekonomi Campuran
Penggabungan dari kedua sistem ekonomi dimana kepemilikannya berada di tangan swasta dan neegara. Intensitasnya berbeda dalam mengijinkan hak kepemilikkan kepada sektor swasta maupun negara. Negara diberi ruang untuk mengelola hak kepemilikan yang strategis. Diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai tanpa harus mengorbankan tujuan pemerataan pembangunan.
            Dulu hingga masa kini terjadi kecenderungan pandangan sistem ekonomi kapitalis mengenai hak kepemilikan yang terus mendominasi dan diadopsi oleh sebagian besar negara - negara di dunia. Jika sistem ekonomi berubah tanpa penggantian model hak kepemilikan, maka dapa dipastikan kegiatan ekonominya akan macet. Mekanisme pasar akan gagal untuk mengalokasikan sistem insentif dan mendapatkan insentif dalam menggerakkan kegiatan ekonomi.
            Menurut Jaffee, terdapat empat kritik terhadap model ekonomi sosialis, antara lain:
a)    Di bawah kekuasaan dan kontrol sosialisme, ekonomi akan dikuasai oleh sekelompok birokrat negara yang umumnya tidak responsive terhadap kebutuhan masyarakat (pasar).
b)   Menempatkan peran wirausahawan dalam sektor publik akan mengurangi pentingnya motif laba individu dan insentif melakukan investasi, inovasi, mengambil risiko, mengembangkan produk baru, dan merespon pasar baru. 
c)    Sosialisme, melalui kontrol terhadap alat-alat produksi di tangan pihak yang ditunjuk oleh negara atau birokrat.
d)   Ketiadaan pasar berarti menempatkan dewan perencanaan pusat sebagai pihak yang memutuskan segala urusan ekonomi.
Posisi yang bertentangan antara kapitalisme dan sosialisme, keduanya memberikan efek negatif terhadap pencapaian ekonomi, hal tersebut yang memicu munculnya sistem ekonomi campuran. Inti dari sistem ekonomi campuran ini adalah mencoba mengambil hal yang terbaik dari sistem ekonomi kapitalisme maupun sosialisme. Sitem ekonomi campuran dianggap mampu mereduksi efek negatif yang ditimbulkan dari kedua sistem tersebut.
Dalam beberapa hal proses integrasi diantara keduanya berujung pada dua postulat yaitu, hak kepemilikan dipunyai oleh sektor privat sepanjang itu bisa memberikan insentif ekonomi yang lebih baik bagi pelakunya, dan hak kepemilikan harus diserahkan pada negara jika pasar tidak responsif terhadap tujuan sosial dan eksternalitas. Namun perlu diprhatikan kembali bahwa efisiensi dalam ekonomi tidak hanya diukur dari profit/laba tetapi juga pemerataan ekonomi.
Hak Ekonomi dan Ekonomi Kelembagaan
Ekonomi neoklasik di satu sisi mengabaikan adanya eksternalitas dan tidak memberikan solusi khusus untuk memecahkannya. Eksternalitas dapat diinternalisasikan dalam kegiatan ekonomi jika hak kepemilikan telah dikelola dengan baik.  Bagi Coase, jika hak kepemilikan telah diatur dengan baik, maka intervensi pemerintah (dalam bentuk apapun) tidak dibutuhkan lagi.  Akan tetapi, menurut Mills terdapat tiga peran yang dapat dilakukan oleh negara untuk mengatasi masalah eksternalitas, antara lain:
§  Pembagian otoritas dan tanggung jawab antara pemerintah lokal, pemerintah pusat/negara, dan badan-badan pemerintah yang kemungkinan dapat menghambat penyimpangan program.
§  Keengganan umum untuk menggunakan kekuatan pasar dalam menyelesaikan masalah eksternalitas.
§  Ketidakinginan mempertimbangkan tingkat optimal dari kerusakan lingkungan yang terjadi  menyebabkan eksternalitas hanya dapat diatasi melalui pengeluaran sumber daya masyarakat.
Hak Kepemilikan dan Efisiensi Ekonomi
Dalam pendekatan ekonomi kelembagaan, efisiensi tersebut bisa dicapai melalui dua cara yaitu pendekatan statis dan pendekatan dinamis. Dalam pendekatan statis, efisiensi dicapai melalui spesialisasi tenaga kerja dengan asumsi jika setiap tenaga kerja hanya mengerjakan satu kegiatan kecil, maka dia akan mudah menguasai pekerjaan tersebut sehingga produktivitas menjadi lebih tinggi, begitu juga dengan sebaliknya. Sedangkan dalam pendekatan dinamis, efisiensi diperoleh dengan jalan meningkatkan kapasitas dan inovasi teknologi sehingga produktivitas menjadi meningkat. Mayoritas negara maju melakukan pendekatan dinamis, sedangkan di negara berkembang pendekatan statis lebih banyak digunakan untuk meningkatkan efisiensi.
Jika persoalan efisiensi ekonomi tersebut dikaitkan dengan hak kepemilikan, maka cukup banyak perspektif yang bisa digunakan. Pertama, dapat dilihat melalui hubungan antara hak kepemilikan dengan kepastian hukum untuk melindungi penemuan-penemuan baru/inovasi teknologi yang akan memiliki implikasi yang besar terhadap produktivitas dan efisiensi ekonomi. Kedua, melihat hubungan antara hak kepemilikan dengan degradasi lingkungan.  
Ketergantungan terhadap sumber daya alam menyebabkan terjadinya kecenderungan melakukan ekspoitasi besar-besaran sehingga berpotensi merusak lingkungan. Kepentingan yang berasal dari luar akan mengambil keuntungan dari akses yang terbuka dan tanpa rasa tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan dengan mengeksploitasi modal secara berlebihan (over). Hak kepemilikan yang tidak jelas terhadap sumber daya alam rentan menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan dan dalam jangka panjang juga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
 DAFTAR PUSTAKA

Yustika, Ahmad Erani. 2013. Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Jakarta: Erlangga.






Comments

Popular posts from this blog

PESAN DAN KESAN SELAMA MENGIKUTI PEMBELAJARAN EKONOMI KELEMBAGAAN

TEORI EKONOMI BIAYA TRANSAKSI